![]() |
Gambar : Pengurus DPC GMNI Kota Medan |
Sumatera Utara, Medan, Lidinews -Beberapa bulan terkahir masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya agenda terselubung pemerintah yang menetapkan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Pemerintah berdalih revisi tersebut untuk meningkatkan profesionalisme ditubuh TNI, padahal jika dipelajari secara utuh beberapa perubahanya banyak point-point yang dianggap bermasalah
Bung Rafif, Wakabid Kaderisasi DPC GMNI Kota Medan, pada forum kajian yang diadakan DPC GMNI Kota Medan dengan ini menyatakan penolakan tegas atas disahkannya UU TNI.
"Menurut pandangan kami, UU TNI yang baru disahkan pada 20 Maret 2025 secara fundamental melemahkan asas supremasi sipil dan berpotensi mengembalikan praktik dwifungsi TNI yang pernah menjadi ciri khas masa Orde Baru," terang Bung Rafif, Rabu (16/04/2025).
Pada saat berlangsungnya forum kajian yang diadakan DPC GMNI Kota Medan, ditemukan beberapa poin penting dan patut untuk dikritisi oleh masyarakat khususnya GMNI Medan sebagai salah satu organisasi Gerakan yang memillliki prinsip membela hak-hak orang yang ditindas (Marhaen). Salah satu poin krusial dalam revisi UU TNI adalah perluasan peran TNI di luar fungsi pertahanan negara, termasuk penempatan prajurit aktif dalam jabatan-jabatan sipil. Langkah ini secara terang-terangan menghidupkan kembali konsep dwifungsi TNI yang telah ditinggalkan pasca-Orde Baru.
GMNI Medan berpendapat bahwa perluasan penempatan TNI aktif tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi warga sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil, dan memicu terjadinya kebijakan maupun loyalitas ganda .
Selanjutnya, Revisi UU TNI juga mengusulkan penambahan fungsi militer sebagai alat keamanan negara, bukan hanya alat pertahanan. Penambahan fungsi militer sebagai alat keamanan negara sama saja memberikan cek kosong untuk militer dapat masuk dalam menjaga keamanan dalam negeri. Hal ini akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM dan mengembalikan format dan fungsi militer seperti di masa rezim otoriter Orde Baru.
Revisi ini juga mencakup perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Usulan ini dapat memicu inefisiensi dalam tubuh TNI, menambah beban anggaran, menghambat regenerasi, serta membuat macet jenjang karier dan kepangkatan. Alih-alih menyelesaikan masalah surplus perwira non-job, kebijakan ini justru dapat memperparahnya.
Bung Face selaku Wakil Ketua Bidang Politik DPC GMNI Medan juga berpendapat, bahwasannya proses pembahasan rancangan UU ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya. UU TNI ini sebelumnya belum didaftarkan ke dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) sebagai pedoman dan pengendali penyusunan pembentukan peraturan perundang-undangan dan patut kita pertanyakan mengapa partisipasi publik seperti masyarakat sipil, akademisi, aktivis maupun media tidak direspon dengan serius. Padahal, undang-undang yang berpengaruh besar terhadap sistem pemerintahan seharusnya melibatkan partisipasi publik yang luas.
"Oleh sebab itu, banyaknya keresahan di masyrakat dan adanya potensi peristiwa kelam terjadi bahkan bisa saja lebih parah, maka, GMNI Medan mengambil sikap untuk menolak dan mengutuk UU TNI terbaru ini. Sangat disayangkan UU TNI yang terbaru sudah disahkan, walaupun sebelumnya sudah banyak mahasiswa, masyarakat sipil dan sebagainya melakukan unjuk rasa terkait penolakan UU TNI ini. Namun, masih ada harapan dengan adanya mahasiswa yang menggugat UU TNI terbaru ini ke MK, semoga hasil yang dikeluarkan oleh MK berpihak kepada masyarakat banyak," terang Bung Face.
“Revisi UU TNI bukanlah solusi untuk memperkuat profesionalisme TNI. Sebaliknya, ini adalah langkah mundur yang berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer dan mengancam demokrasi serta supremasi sipil di Indonesia. Pemerintah dan DPR harus mencabut UU TNI ini dan fokus pada reformasi yang sesungguhnya untuk memperkuat institusi militer yang profesional dan netral,” tutup Bung Pace.
(Heri Faysal Hasibuan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar